Kritik Arsitektur

GREEN SCHOOL BALI
download (4).jpgGagasan tentang sebuah sekolah yang mengusung kehidupan ala kampung di Indonesia, itu ternyata mendapat dukungan dari masyarakat internasional. Tercatat illusionis internasional David Copperfield dan desainer dunia Donna Karan dari New York, berpartisipasi dalam program donasi sekolah untuk 205 muridnya berasal dari Indonesia dan bersekolah gratis. Akhirnya pada tahun 2008 berdirilah sekolah internasional Green School, di atas lahan hutan 8 hektar, di kawasan Sibang Kaja, Bali.
Memasuki kompleks sekolahan yang asri, hutan desa yang yang rimbun dengan pepohonan, menyambut. Namun untuk sampai di bangunan sekolah, seluruh murid harus melalui Jembatan Minang yang melintasi sungai Ayung. Dinamakan Jembatan Minang karena atap jembatan ini mengadaptasi atap rumah adat Minangkabau. Konstruksi jembatan ini seluruhnya terbuat dari bambu.  Daerah di sisi seberang Jembatan Minang, merupakan kawasan utama sekolah. Di situ terdapat sawah milik sekolah dimana siwsa dan guru sering menanam padi bersama. Namun area belajar yang sesungguhnya baru ditemui setelah perjalanan melewati jalan setapak yang menanjak yaitu kelas-kelas tanpa dinding atau pun kaca, terlihat. Desain yang terbuka tersebut membuat para siswa yang sedang belajar merasakan desiran angin serta mendengar suara-suara alam seperti: kicauan burung,suara pepohonan yang bergesek, dan aliran air di sungai.
Green School memang sebuah sekolah dengan konsep kembali ke alam. Namun upaya untuk bersahabat dengan lingkungan tak hanya diterapkan pada konteks fisika bangunan, pilihan material atau membiarkan pepohonan di sekitarnya tumbuh. Utilitas bangunan seperti listrik pun, direncanakan dengan sistem tersendiri, yaitu turbin yang digerakkan oleh air, yang dinamakan Vortex. Sedangkan penyediaan air bersih berasal dari sungai yang berada sekitar 40 m di bawah tanah, masih di dalam kawasan.
Sistem pembuangan air dari kamar mandi juga dibuat berbeda . Setiap toilet, baik untuk laki-laki maupun perempuan, memiliki dua sistem. Buang air kecil kloset, ditampung dan digunakan untuk menyiram bambu untuk digunakan sebagai pupuk tanaman nantinya.
Kawasan yang didesain tidak mencemari lingkungan ini diharapkan akan menghasilkan anak-anak yang selalu berfikir ‘green’ karena terbiasa dengan lingkungan yang asri.
TANGGAPAN PENGKRITIK :
Berdasarkan analisis dengan menggunakan metode terukur, dapat disimpulkan bahwa bangunan Green School A Bamboo Campus merupakan bangunan yang direncanakan dan dirancang secara mendetail. Perencanaan konsep bangunan, penggunaan bahan material untuk struktur, interior, bahkan estetika yang sangat detail dan bersahabat dengan lingkungan, memberikan dampak dan kesan yang baik dan nyaman di dalam penggunaan tiap ruang dan area di dalam kawasannya. Peletakkan ruang-ruang, fasilitas, dan desain bentuk bangunan yang menerapkan pola dan struktur Biomorfik , mengikuti kontur lahan, dan memanfaatkan lingkungan semaksimalnya namun tidak merusak atau menghilangkan keaslian yang telah ada membuat Green School sebagai kawasan yang meminimalkan dampak negatif bagi alam dan memaksimalkan fungsi lingkungan, namun modern dan kaya akan teknologi.
TANGGAPAN SAYA : 
Green School adalah salah satu inovasi yang dibutuhkan oleh negara negara tropis Indonesia dimana dapan menyajikan bangunan yang menyatu dengan alam. Material dan bahan yang digunakan bahkan sistem utilitas yang sudah dirancang sedekimian rupa sangat baik untuk alam. Dimana banyak sekali bangunan yang ingin mengalahkan alam padahal alam sendiri sudah ada jauh dari pada arsitektur terbentuk. Namun bangunan yang terbuka dikhawatirkan pada saat hujan turun. namun dengan fasilitas dan perancangan yang ada bangunan yang baik pasti bisa menyatu dengan alam dengan kondisi apapun tanpa menyakiti alam tersebut.

sumber : https://monicaaviandhita.wordpress.com/2017/01/18/tugas-kritik-arsitektur/

Komentar

Postingan Populer